Oleh
Drs. Oktavianus, M.Si
Sejak beberapa dekade terakhir isu pemanasan
global (global warming) telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Beberapa
dampak pemanasan global mulai dapat dirasakan diantaranya: mencairnya lapisan es
di kedua kutub bumi dan gletser, terjadinya suhu yang ekstrim, kegagalan panen,
terganggunya ekosistem bumi dan kenaikan permukaan air laut. Selain
mengakibatkan banjir, kenaikan air laut membuat Tuvalu, salah satu negara
kepulauan di Samudera Pasifik harus mengumumkan luas wilayahnya kembali karena
adanya peningkatan permukaan air laut yang menyebabkan luas wilayahnya menjadi
berkurang. Dampak pemanasan global akan menyebabkan kelangkaan sumber daya yang
menunjang keberlangsungan kehidupan manusia. Kegagalan panen akan menyebabkan
kelaparan, terganggunya ekosistem akan menyebabkan rantai makan terganggu, suhu
ekstrim akan mengakibatkan bencana alam yang menimbulkan kerugian. Akibat hal
tersebut maka dunia akan mengalami krisis finansial dan social.
Salah satu aktifitas manusia yang menghasilkan
emisi karbon adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Penggunaan
energi dan pemakaian bahan-bahan tertentu dalam pembuatan perangkat teknologi
informasi dan komunikasi, penggunaannya yang memerlukan energi dan pembuangan
perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang telah rusak atau tidak dapat
digunakan telah secara nyata memberikan kontribusi terhadap pencemaran
lingkungan. Emisi karbon yang disebabkan karena penerapan teknologi informasi
dan komunikasi menyumbang sekitar 2% sampai 2,5% dari totalemisi karbon dunia.
Emisi karbon yang disebabkan karena penerapan
teknologi informasi dan komunikasi menyumbang sekitar 2% sampai 2,5% dari
totalemisi karbon dunia hampir sama dengan industri penerbangan - dan sebesar
5-6% dari total emisi karbon global yang disumbangkan oleh negara-negara
maju" (Gartner, 2007). Menurut perkiraan McKinsey bahwa jejak
karbon(carbon footprint) sector teknologi informasi dan komunikasi akan tiga
kali lipatpada kurun waktu 2008-2020. Sedangkan pada gedung perkantoran, "biasanya teknologi informasi
dan komunikasi menyumbang lebih dari 20% dari energi yang digunakan, dan di beberapa
kantor hingga 70%" (USGBC, Amerika Serikat Green Building Council, 2008).
Kita harus mengurangi dampak negatif dari
implementasi teknologi informasi dan komunikasi. Konsep teknologi informasi dan
komunikasi ramah lingkungan (Green ICT) merupakan jawaban untuk mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkan oleh Green ICT saat ini telah menjadi isu dan
trend global. Hal ini terkait dengan kesadaran manusia akan pentingnya
mengurangi pencemaran lingkungan yang pada akhirnya akan mengancam
keberlangsungan kehidupan itu sendiri.
Green ICT
Green ICT adalah upaya mendorong individu,
kelompok dan organisasi yang terlibat dalam penggunaan TIK agar selalu
mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan mencari solusinya (Nakata,
2011). Green ICT adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari, mengembangkan dan
mempromosikan teknik untuk meningkatkan efesiensi energy yang mengurangi limbah
dalam siklus hidup yang penuh dengan peralatan komputasi dari penguatan awal,
melalui pengiriman, penggunaan, pemeliharaan, daur ulang dan pembuangan dengan
cara ekonomi yang realistis (Talebi, 2009)
Green ICT adalah sebuah konsep yang umumnya
dikaitkan dengan upaya mengurangi konsumsi energi dan sumber daya alam lainnya,
di samping emisi dan sampah yang dihasilkan dari kegiatan di bidang teknologi
informasi dan komunikasi. Konsep ini merujuk pada upaya menyelamatkan bumi dari
berbagai ancaman perusakan lingkungan dan pemanasan global melalui penggunaan
teknologi yang ramah lingkungan dan hemat energi; praktik daur ulang berbagai
perangkat TI yang berpotensi mencemari lingkungan jika dibuang; serta praktik
manajemen kerja berbasis TI yang bisa menghemat penggunaan sumber daya energi
dan air. Green ICT merupakan bagian dari program global untuk mencapai
pengembangan dunia yang sustainable dan pengurangan emisi karbon.
Praktik Green ICT
juga bisa diterapkan dalam pola kerja inovatif seperti telecommuting,
video conferencing, media online, e-mail, e-commerce, e-paper, e-learning,
e-government , dan e-filing, menghemat penggunaan energi listrik
dengan perangkat yang lebih efisien, menggunakan AC
non-CFC, melakukan proses recycling PC, circuit board, ponsel, vocer isi ulang,
dsb, mengganti layar PC/TV dari CRT ke LCD/LED yang hemat energy, memakai BTS inovatif
yang menghemat bahan bakar, mengadopsi konsep Single RAN, yang bisa
menggabungkan beberapa tipe BTS menjadi satu BTS saja, merekondisi
baterai-baterai lama agar bisa dipakai kembali, menerapkan sistem e-Billing ,
mengadopsi teknologi virtualisasi, yang memungkinkan sejumlah server dengan
konsumsi energi tinggi bisa dialihkan ke satu server saja, menerapkan sistem
paperless untuk penggunaan administrasi kantor, seperti slip gaji, buletin,
form dan nota dinas.
Penerapan dan penggunaan
teknologi hijau (Green ICT) diyakini bisa mengurangi lebih dari 15% dari total
emisi karbon dunia. Manfaat Green ICT :
1. Mengurangi
emisi karbon
2. Mengurangi
penggunaan kertas dan penebangan kayu
3. Mencegah
global warming
4. Penghematan
energi dan biaya
5. Mengurangi
kemungkinan melimpahnya limbah elektronik (e- waste)
1 Pendekatan
ramah lingkungan ini dapat mereduksi emisi karbon secara signifikan sehingga
menghasilkan angka carbon footprint yang lebih kecil dengan memperhatikan mulai
dari proses produksi hingga pengolahan limbahnya yang dikenal dengan limbah
elektronik. Berbagai strategi dan solusi diciptakan oleh organisasi
internasional maupun pemangku kepentingan lainnya agar dapat diadopsi dan
diimplemtasikan oleh banyak pihak terutama pengambil kebijakan dan sektor
industri terkait. Dapat dikatakan bahwa teknologi ramah lingkungan/green
technology merupakan tuntutan global bagi industry ICT. Isu
ramah lingkungan ini pula disebut-sebut sebagai salah satu
pendukung utama dalam menarik investasi. Pada akhirnya, teknologi ini akan
berdampak pada pertumbuhan ekonomi karbon rendah yang tidak hanya menguntungkan
bagi bisnis namun juga pada lingkungan.
Meskipun
pelaksanaan teknologi ramah lingkungan terhambat dengan mahalnya teknologi ini,
green ICT secara spesifik dapat dengan mudah diadaptasi oleh bisnis dalam kegiatan
perkantoran. Meminimalisir
pemakaian energi dan
sampah yang dihasilkan serta
penggunaan internet dengan optimal dapat sangat membantu dalam mengurangi emisi
karbon yang dihasilkan. Mencontoh negara lain, beberapa usulan menyatakan agar
pemerintah mempunyai inisiatif yang proaktif misalnya dengan pemberian insentif
fiskal bagi industri yang dinilai berhasil menerapkan teknologi ini. Insentif
fiskal selama ini masih sekedar wacana oleh kementerian terkait. Pemberian
insentif diharapkan akan mendorong industri untuk segera mengadaptasi ekonomi
rendah karbon.
Keuntungannya
bagi industri misalnya dapat menggaet pasar global yang semakin peduli terhadap
penerapan ekonomi rendah karbon. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi juga dapat
sejalan dengan upaya baik terhadap lingkungan.. Perubahan radikal dibutuhkan
untuk memulai gaya hidup yang ramah lingkungan ini. Dimulai dengan tegasnya
pengaturan di bidang green ICT disertai dengan strategi pendekatan yang
terintegrasi. Bagi bisnis dan industri, green technology dan green ICT secara
khusus dapat dijadikan strategi bisnis yang baru. Pemerintah harus menyediakan beberapa
pola kebijakan lainnya di bidang ICT yang mengakomodir mengenai teknologi ramah
lingkungan ini dengan analisa yang hati-hati agar dampaknya dapat dirasakan
masyarakat.
Dapat
disimpulkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi selain sebagai solusi atas
berbagai macam permasalahan di sisi yang lain juga merupakan permasalahan itu
sendiri. Kita harus mengurangi dampak negatif dari implementasi teknologi
informasi dan komunikasi. Konsep teknologi informasi dan komunikasi ramah
lingkungan (Green ICT) merupakan jawaban untuk mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan oleh Green ICT saat ini telah menjadi isu dan trend global. Hal ini
terkait dengan kesadaran
manusia akan pentingnya mengurangi
pencemaran lingkungan yang pada akhirnya akan mengancam keberlangsungan
kehidupan itu sendiri.
Perusahaan Perusahaan yang Menerapkan
Green ICT
TELKOM
PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) ingin menerapkan Green Information and
Communications Technology (ICT) di jaringannya untuk mendapatkan efisiensi. Salah
satu bentuk
eksekusi dari strategi itu adalah
melakukan pemadaman (shutdown)
STO (Sentral Telepon Otomat) ke-84 di Makassar, Sulawesi Selatan pada Rabu, 11
Mei 2016.
Pemadaman
STO memberikan dampak luar biasa baik dari sisi efisiensi energi, beban
electricity/ listrik, maupun pembebasan idle spa Program kedua adalah
Rehosting yang merupakan proses re-engineering/rekayasa terhadap komponen host
sentral TDM di STO melalui migrasi ataupun pemindahan host/induk.
Rehosting
ini masih berkaitan erat dengan program Shutdown STO, karena dengan pemindahan
induk tersebut, maka induk yang ditinggalkan dapat dinon-aktifkan dan
dipadamkan. Tahun lalu Telkom berhasil meraih efisiensi cukup signifikan dari
program Rehosting dan Downgrade 15 host yang dilakukan pada Triwulan IV-2015.
Adapun
Scrap Cable merupakan program ketiga yang dilakukan dalam rangka implementasi
Green ICT Telkom.
Scrap
Cable sendiri merupakan dampak dari pemindahan jaringan akses tembaga menjadi
kabel serat optik maupun pemadaman sentral TDM. Akibat pemindahan jaringan
tersebut maka terdapat residu kabel tembaga yang tidak tergunakan yang sering
disebut sebagai scrap copper cable.
Program
keempat wujud implementasi Green ICT Telkom 2016 adalah Always-On Cloud, yaitu
layanan penyediaan resource/sumber daya yang disediakan melalui jaringan data
ataupun Internet, di antaranya Software as a Service (SaaS), Platform as a
Service (PaaS) dan Infrastructure as a Service (IaaS). Konsep layanan yang
disediakan adalah sistem yang selalu online setiap saat dan siap digunakan
senantiasa selama 7x24 jam.
Berkat
pelaksanaan empat Program Green ICT tersebut, Telkom secara akumulatif telah
sukses meraih cost leadership yang signifikan di tahun 2015, yakni sebesar Rp
766 miliar. Sementara di tahun 2016, hingga bulan April saja Telkom telah
meraih cost leadership sebesar Rp 319,22 miliar. “Angka itu diproyeksikan mampu
mencapai Rp
1,018 triliun hingga penghujung tahun 2016 dengan asumsi seluruh program akan
terlaksana tepat waktu dan seluruh target tercapai sesuai rencana,” pungkasnya.
Dalam
catatan, Telkom sepanjang triwulan pertama 2016 telah mengeluarkan belanja
modal sekitar Rp 5,7 triliun yang dialokasikan untuk mendukung infrastruktur
Telkomsel, dan pengembangan operasi anak usaha lainnya, serta pembangunan kabel
laut untuk jalur internasional.
PT XL Axiata Tbk.
Upaya ke arah green ICT di
perusahaannya secara konkret mulai dilakukan pada 2009 melalui pencanangan
gerakan XL Go Green. “Konsep green ICT di XL merujuk pada usaha ikut
menyelamatkan bumi dari berbagai ancaman perusakan lingkungan dan pemanasan
global melalui penerapan teknologi yang ramah lingkungan, hemat energi, dan
penerapan daur ulang untuk berbagai perangkat yang jika dibuang akan bisa
mencemari lingkungan.
Salah satu realisasi gerakan XL
Go Green adalah penerapan BTS inovatif. Diklaimnya, saat ini ada beberapa jenis
BTS inovatif yang dikembangkan XL yang sejalan dengan semangat Go Green.
Pertama, Non-CFC untuk air conditioner (AC), yaitu sejak 2005 XL mengganti
standar pelumas AC dari freon (R22) menjadi non-CFC (R410) — termasuk pada
BTS-BTS lama. “Saat ini sudah 9.000 BTS yang menggunakan Non-CFC, sehingga
tidak lagi turut menjadi penyebab penipisan lapisan Ozon.
Kedua, Charge Discharge Battery
(CDC). CDC merupakan kombinasi antara penggunaan baterai dan genset secara
bergantian sehingga mengurangi operasi genset dari 24 jam sehari menjadi hanya
11 jam sehari. Nah, melalui penerapan CDC ini, pihak XL bisa menghemat bahan
bakar secara signifikan. Saat ini hampir 600 BTS XL menerapkan CDC.
Ketiga, BTS dengan Intelligent
Ventilation System (IVS), yakni sistem pendinginan dalam shelter yang
mengombinasikan antara DC fan dan AC, sehingga pengoperasian AC berkurang
hingga 30%. Saat ini sudah ada sekitar 2.700 BTS yang menerapkan sistem IVS.
Keempat, Green BTS, yaitu BTS
yang mampu menghemat energi listrik hingga 50%. “Kini XL telah mengoperasikan
sekitar 12 ribu BTS inovatif yang mampu memberikan hasil maksimal dan sejalan
dengan misi hemat energi dan ramah lingkungan.
Memodernisasi teknologi BTS dan
jaringan, sehingga mampu menekan konsumsi energi hingga 60%. Modernisasi
jaringan yang dilakukan, seperti penggantian perangkat Radio Base Station (RBS)
dan Base Station Controler (BSC) dengan perangkat yang lebih baru dari sisi
penghematan penggunaan ruang, konsumsi daya dan teknologi yang mampu
beradaptasi dengan evolusi penggunaan gadget untuk masa mendatang. Proses
modernisasi ini melengkapi modernisasi jaringan sebelumnya yang menggunakan
softswitch dan IP Transmission. “Perangkat-perangkat jaringan baru yang dipakai
XL juga bersifat ramah lingkungan, konsumsi daya listrik lebih rendah, ukuran
lebih kecil, dan mengadopsi konsep Single RAN, yang bisa menggabungkan beberapa
tipe BTS menjadi satu BTS saja,” Dian menjelaskan dengan bersemangat.
Selain menghemat energi, langkah
ramah lingkungan lain yang dilakukan XL dalam kaitan dengan pengoperasian BTS
adalah merekondisi baterai yang rusak. Setelah direkondisi, baterai yang sudah
rusak bisa kembali dipakai. Upaya rekondisi baterai rusak ini dilakukan
karyawan XL, sehingga bisa menghemat biaya untuk pengadaan baterai baru dan
mengurangi limbah baterai.
Selain Green BTS, program go
green lain yang telah dilakukan XL adalah peniadaan kertas untuk tagihan
pelanggan XL PascaBayar (e-Billing). Melalui sistem e-Billing ini, pelanggan
pascabayar XL akan mendapatkan pemberitahuan mengenai tagihan bulanannya
melalui e-mail. Sistem e-Billing ini dilakukan sejak 2009.
Tak hanya itu, XL juga telah
memperkenalkan penggunaan vocer reload pulsa dalam kertas secara minimal. XL
juga merekayasa daur ulang air limbah dari area perkantoran di Jakarta dengan
menggunakan STP Biotech. Melalui upaya daur ulang itu, limbah air dapat
digunakan kembali sebagai air layak pakai, dengan kapasitas penghematan 5.000
liter/hari. XL juga telah melakukan paperless untuk penggunaan
administrasi kantor, seperti slip
gaji, buletin, form dan nota dinas,” ujar Ira. “Kedepan, XL akan semakin
mengutamakan penggunakan teknologi yang ramah lingkungan untuk berbagai
keperluan, terutama di network. XL juga telah memasukkan program lingkungan
sebagai salah satu pilar program CSR.
PT
Huawei Indonesia.
Sejak 2006 Huawei telah berhasil
mendaur ulang 80% limbah buang yang terdiri dari daur ulang kertas yang hampir
setara dengan pengurangan 240 ton emisi CO2. Tak hanya itu, Huawei juga
berhasil menekan penggunaan listrik hampir 40% di kantor pusat dengan
menggunakan teknologi lampu T5s. Melalui kebijakan teknologi ini, Huawei
berhasil menekan 1,3 juta kilowatt konsumsi listrik setiap tahun. Selain itu,
Huawei juga telah mengadopsi teknologi virtualisasi, yang memungkinkan sejumlah
server dengan konsumsi energi tinggi bisa dialihkan ke satu server saja.
Melalui teknologi virtualisasi ini sebanyak 8-15 server bisa dialihkan ke satu
server. Dengan begitu, konsumsi daya menurun tajam hingga 40%. “Tentu saja,
penerapan green ICT ini memberi manfaat bagi Huawei, baik dari sisi biaya
produksi maupun efisiensi yang luar biasa.
PT
INDOSAT
Program BTS Remote Solution yang
dikembangkan Indosat sejak tahun 2010 dan telah tersebar di beberapa wilayah
seperti Bonggo – Papua, Karas –
Fakfak, Akelamo – Halmahera Utara,
Sangihe Talaud, Kapuas Hulu – Kaltim, Mambi – Sulawesi Tenggara, dan area
terpencil lainnya.
BTS Remote Solution merupakan BTS
dengan sistem remote solution yang digunakan untuk wilayah yang sulit diakses,
dikarenakan letak geografis yang terpencil dan kurangnya infrastruktur
pendukung seperti listrik dan backhaul. BTS ini merupakan gabungan dari beberapa
teknologi seperti 100% penggunaan tenaga matahari (solar power) yang ramah
lingkungan untuk menyiasati ketiadaan jaringan listrik serta harga bahan bakar
minyak yang mahal, menggunakan sistem backhaul yang efisien, bentuk fisik BTS
yang jauh lebih kecil serta tidak memerlukan shelter dan AC.
“BTS Remote Solution ini
ditujukan untuk memberikan solusi
telekomunikasi rural area yang
sama sekali belum terjangkau infrastruktur telekomunikasi sebagai salah satu
penunjang perekonomian masyarakat di daerah tersebut.
Program pelestarian lingkungan
juga dilakukan Indosat dalam mendukung kegiatan operasionalnya. Selain
mengembangkan BTS Remote Solution yang menggunakan energi alternatif (solar
power), Indosat juga melakukan berbagai inisiatif penghematan energi yang
diterapkan pada program modernisasi jaringan dengan menggunakan sistem switch
CDC (Charger Discharger Controller) pada sejumlah BTS. CDC ini mengoptimalkan
batere sebagai sumber daya alternatif jika terjadi pemadaman listrik PLN,
memperpanjang masa hidup batere seraya menghemat BBM dengan mengurangi
kebutuhan akan generator diesel. Indosat juga telah melakukan penggantian
batere lead-acid tradisional pada pembangkit listrik cadangan BTS dengan batere
fluidic yang ramah lingkungan guna mengurangi secara signifikan jumlah limbah
berbahaya dan mengurangi potensi risiko dari bahan kima dan
kontaminasi/keracunan timbal terhadap lingkungan hidup. Indosat adalah operator
telekomunikasi pertama di dunia yang menggunakan batere fluidic dalam kegiatan
operasional.
Sumber :