HALAMAN INI MENGANGKAT TENTANG ARTIKEL DAN OPINI PUBLIK TAHUN 2014

Kamis, 21 Juli 2016

GREEN ICT TURUNKAN TINGKAT EMISI CARBON PADA LINGKUNGAN

Oleh
Drs. Oktavianus, M.Si


Sejak beberapa dekade terakhir isu pemanasan global (global warming) telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Beberapa dampak pemanasan global mulai dapat dirasakan diantaranya: mencairnya lapisan es di kedua kutub bumi dan gletser, terjadinya suhu yang ekstrim, kegagalan panen, terganggunya ekosistem bumi dan kenaikan permukaan air laut. Selain mengakibatkan banjir, kenaikan air laut membuat Tuvalu, salah satu negara kepulauan di Samudera Pasifik harus mengumumkan luas wilayahnya kembali karena adanya peningkatan permukaan air laut yang menyebabkan luas wilayahnya menjadi berkurang. Dampak pemanasan global akan menyebabkan kelangkaan sumber daya yang menunjang keberlangsungan kehidupan manusia. Kegagalan panen akan menyebabkan kelaparan, terganggunya ekosistem akan menyebabkan rantai makan terganggu, suhu ekstrim akan mengakibatkan bencana alam yang menimbulkan kerugian. Akibat hal tersebut maka dunia akan mengalami krisis finansial dan social.

Salah satu aktifitas manusia yang menghasilkan emisi karbon adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Penggunaan energi dan pemakaian bahan-bahan tertentu dalam pembuatan perangkat teknologi informasi dan komunikasi, penggunaannya yang memerlukan energi dan pembuangan perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang telah rusak atau tidak dapat digunakan telah secara nyata memberikan kontribusi terhadap pencemaran lingkungan. Emisi karbon yang disebabkan karena penerapan teknologi informasi dan komunikasi menyumbang sekitar 2% sampai 2,5% dari totalemisi karbon dunia.

Emisi karbon yang disebabkan karena penerapan teknologi informasi dan komunikasi menyumbang sekitar 2% sampai 2,5% dari totalemisi karbon dunia hampir sama dengan industri penerbangan - dan sebesar 5-6% dari total emisi karbon global yang disumbangkan oleh negara-negara maju" (Gartner, 2007). Menurut perkiraan McKinsey bahwa jejak karbon(carbon footprint) sector teknologi informasi dan komunikasi akan tiga kali lipatpada kurun waktu 2008-2020. Sedangkan pada gedung perkantoran, "biasanya teknologi informasi dan komunikasi  menyumbang  lebih  dari 20% dari energi yang digunakan, dan di beberapa kantor hingga 70%" (USGBC, Amerika Serikat Green Building Council, 2008).

Kita harus mengurangi dampak negatif dari implementasi teknologi informasi dan komunikasi. Konsep teknologi informasi dan komunikasi ramah lingkungan (Green ICT) merupakan jawaban untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh Green ICT saat ini telah menjadi isu dan trend global. Hal ini terkait dengan kesadaran manusia akan pentingnya mengurangi pencemaran lingkungan yang pada akhirnya akan mengancam keberlangsungan kehidupan itu sendiri.

Green ICT
Green ICT adalah upaya mendorong individu, kelompok dan organisasi yang terlibat dalam penggunaan TIK agar selalu mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan mencari solusinya (Nakata, 2011). Green ICT adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari, mengembangkan dan mempromosikan teknik untuk meningkatkan efesiensi energy yang mengurangi limbah dalam siklus hidup yang penuh dengan peralatan komputasi dari penguatan awal, melalui pengiriman, penggunaan, pemeliharaan, daur ulang dan pembuangan dengan cara ekonomi yang realistis (Talebi, 2009)

Green ICT adalah sebuah konsep yang umumnya dikaitkan dengan upaya mengurangi konsumsi energi dan sumber daya alam lainnya, di samping emisi dan sampah yang dihasilkan dari kegiatan di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Konsep ini merujuk pada upaya menyelamatkan bumi dari berbagai ancaman perusakan lingkungan dan pemanasan global melalui penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan hemat energi; praktik daur ulang berbagai perangkat TI yang berpotensi mencemari lingkungan jika dibuang; serta praktik manajemen kerja berbasis TI yang bisa menghemat penggunaan sumber daya energi dan air. Green ICT merupakan bagian dari program global untuk mencapai pengembangan dunia yang sustainable dan pengurangan emisi karbon.

Praktik Green ICT  juga bisa diterapkan dalam pola kerja inovatif seperti telecommuting, video conferencing, media online, e-mail, e-commerce, e-paper, e-learning, e-government , dan e-filing, menghemat penggunaan  energi  listrik  dengan perangkat yang lebih efisien, menggunakan AC non-CFC, melakukan proses recycling PC, circuit board, ponsel, vocer isi ulang, dsb, mengganti  layar  PC/TV  dari  CRT  ke LCD/LED yang hemat energy, memakai BTS inovatif yang menghemat bahan bakar, mengadopsi konsep Single RAN, yang bisa menggabungkan beberapa tipe BTS menjadi satu BTS saja, merekondisi baterai-baterai lama agar bisa dipakai kembali, menerapkan sistem e-Billing , mengadopsi teknologi virtualisasi, yang memungkinkan sejumlah server dengan konsumsi energi tinggi bisa dialihkan ke satu server saja, menerapkan sistem paperless untuk penggunaan administrasi kantor, seperti slip gaji, buletin, form dan nota dinas.
  

Penerapan dan penggunaan teknologi hijau (Green ICT) diyakini bisa mengurangi lebih dari 15% dari total emisi karbon dunia.  Manfaat Green ICT :
1.     Mengurangi emisi karbon
2.    Mengurangi penggunaan kertas dan penebangan kayu
3.    Mencegah global warming
4.    Penghematan energi dan biaya
5.    Mengurangi kemungkinan melimpahnya limbah elektronik (e- waste)


1   Pendekatan ramah lingkungan ini dapat mereduksi emisi karbon secara signifikan sehingga menghasilkan angka carbon footprint yang lebih kecil dengan memperhatikan mulai dari proses produksi hingga pengolahan limbahnya yang dikenal dengan limbah elektronik. Berbagai strategi dan solusi diciptakan oleh organisasi internasional maupun pemangku kepentingan lainnya agar dapat diadopsi dan diimplemtasikan oleh banyak pihak terutama pengambil kebijakan dan sektor industri terkait. Dapat dikatakan bahwa teknologi ramah lingkungan/green technology merupakan tuntutan global bagi industry  ICT. Isu  ramah  lingkungan  ini pula disebut-sebut sebagai salah satu pendukung utama dalam menarik investasi. Pada akhirnya, teknologi ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi karbon rendah yang tidak hanya menguntungkan bagi bisnis namun juga pada lingkungan.

Meskipun pelaksanaan teknologi ramah lingkungan terhambat dengan mahalnya teknologi ini, green ICT secara spesifik dapat dengan mudah diadaptasi oleh bisnis dalam  kegiatan  perkantoran. Meminimalisir  pemakaian  energi   dan   sampah   yang dihasilkan serta penggunaan internet dengan optimal dapat sangat membantu dalam mengurangi emisi karbon yang dihasilkan. Mencontoh negara lain, beberapa usulan menyatakan agar pemerintah mempunyai inisiatif yang proaktif misalnya dengan pemberian insentif fiskal bagi industri yang dinilai berhasil menerapkan teknologi ini. Insentif fiskal selama ini masih sekedar wacana oleh kementerian terkait. Pemberian insentif diharapkan akan mendorong industri untuk segera mengadaptasi ekonomi rendah karbon.

Keuntungannya bagi industri misalnya dapat menggaet pasar global yang semakin peduli terhadap penerapan ekonomi rendah karbon. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi juga dapat sejalan dengan upaya baik terhadap lingkungan.. Perubahan radikal dibutuhkan untuk memulai gaya hidup yang ramah lingkungan ini. Dimulai dengan tegasnya pengaturan di bidang green ICT disertai dengan strategi pendekatan yang terintegrasi. Bagi bisnis dan industri, green technology dan green ICT secara khusus dapat dijadikan strategi bisnis yang baru. Pemerintah harus menyediakan beberapa pola kebijakan lainnya di bidang ICT yang mengakomodir mengenai teknologi ramah lingkungan ini dengan analisa yang hati-hati agar dampaknya dapat dirasakan masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi selain sebagai solusi atas berbagai macam permasalahan di sisi yang lain juga merupakan permasalahan itu sendiri. Kita harus mengurangi dampak negatif dari implementasi teknologi informasi dan komunikasi. Konsep teknologi informasi dan komunikasi ramah lingkungan (Green ICT) merupakan jawaban untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh Green ICT saat ini telah menjadi isu dan trend global. Hal ini terkait    dengan    kesadaran   manusia akan   pentingnya  mengurangi  pencemaran lingkungan yang pada akhirnya akan mengancam keberlangsungan kehidupan itu sendiri.


Perusahaan Perusahaan yang Menerapkan Green ICT

TELKOM

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) ingin menerapkan Green Information and Communications Technology (ICT) di jaringannya untuk mendapatkan efisiensi. Salah  satu  bentuk    eksekusi   dari  strategi  itu  adalah  melakukan  pemadaman (shutdown) STO (Sentral Telepon Otomat) ke-84 di Makassar, Sulawesi Selatan pada Rabu, 11 Mei 2016.

Program Shutdown STO adalah pemadaman sentral telekomunikasi yang merupakan lokasi beroperasinya kebanyakan perangkat sentral berbasis TDM (Time-Division Multiplexing).

Pemadaman STO memberikan dampak luar biasa baik dari sisi efisiensi energi, beban electricity/ listrik, maupun pembebasan idle spa Program kedua adalah Rehosting yang merupakan proses re-engineering/rekayasa terhadap komponen host sentral TDM di STO melalui migrasi ataupun pemindahan host/induk.

Rehosting ini masih berkaitan erat dengan program Shutdown STO, karena dengan pemindahan induk tersebut, maka induk yang ditinggalkan dapat dinon-aktifkan dan dipadamkan. Tahun lalu Telkom berhasil meraih efisiensi cukup signifikan dari program Rehosting dan Downgrade 15 host yang dilakukan pada Triwulan IV-2015.
Adapun Scrap Cable merupakan program ketiga yang dilakukan dalam rangka implementasi Green ICT Telkom.

Scrap Cable sendiri merupakan dampak dari pemindahan jaringan akses tembaga menjadi kabel serat optik maupun pemadaman sentral TDM. Akibat pemindahan jaringan tersebut maka terdapat residu kabel tembaga yang tidak tergunakan yang sering disebut sebagai scrap copper cable.

Program keempat wujud implementasi Green ICT Telkom 2016 adalah Always-On Cloud, yaitu layanan penyediaan resource/sumber daya yang disediakan melalui jaringan data ataupun Internet, di antaranya Software as a Service (SaaS), Platform as a Service (PaaS) dan Infrastructure as a Service (IaaS). Konsep layanan yang disediakan adalah sistem yang selalu online setiap saat dan siap digunakan senantiasa selama 7x24 jam.

Berkat pelaksanaan empat Program Green ICT tersebut, Telkom secara akumulatif telah sukses meraih cost leadership yang signifikan di tahun 2015, yakni sebesar Rp 766 miliar. Sementara di tahun 2016, hingga bulan April saja Telkom telah meraih cost leadership sebesar Rp 319,22 miliar. “Angka itu diproyeksikan mampu mencapai Rp 1,018 triliun hingga penghujung tahun 2016 dengan asumsi seluruh program akan terlaksana tepat waktu dan seluruh target tercapai sesuai rencana,” pungkasnya.

Dalam catatan, Telkom sepanjang triwulan pertama 2016 telah mengeluarkan belanja modal sekitar Rp 5,7 triliun yang dialokasikan untuk mendukung infrastruktur Telkomsel, dan pengembangan operasi anak usaha lainnya, serta pembangunan kabel laut untuk jalur internasional.

PT XL Axiata Tbk.

Upaya ke arah green ICT di perusahaannya secara konkret mulai dilakukan pada 2009 melalui pencanangan gerakan XL Go Green. “Konsep green ICT di XL merujuk pada usaha ikut menyelamatkan bumi dari berbagai ancaman perusakan lingkungan dan pemanasan global melalui penerapan teknologi yang ramah lingkungan, hemat energi, dan penerapan daur ulang untuk berbagai perangkat yang jika dibuang akan bisa mencemari lingkungan.

Salah satu realisasi gerakan XL Go Green adalah penerapan BTS inovatif. Diklaimnya, saat ini ada beberapa jenis BTS inovatif yang dikembangkan XL yang sejalan dengan semangat Go Green. Pertama, Non-CFC untuk air conditioner (AC), yaitu sejak 2005 XL mengganti standar pelumas AC dari freon (R22) menjadi non-CFC (R410) — termasuk pada BTS-BTS lama. “Saat ini sudah 9.000 BTS yang menggunakan Non-CFC, sehingga tidak lagi turut menjadi penyebab penipisan lapisan Ozon.

Kedua, Charge Discharge Battery (CDC). CDC merupakan kombinasi antara penggunaan baterai dan genset secara bergantian sehingga mengurangi operasi genset dari 24 jam sehari menjadi hanya 11 jam sehari. Nah, melalui penerapan CDC ini, pihak XL bisa menghemat bahan bakar secara signifikan. Saat ini hampir 600 BTS XL menerapkan CDC.

Ketiga, BTS dengan Intelligent Ventilation System (IVS), yakni sistem pendinginan dalam shelter yang mengombinasikan antara DC fan dan AC, sehingga pengoperasian AC berkurang hingga 30%. Saat ini sudah ada sekitar 2.700 BTS yang menerapkan sistem IVS.

Keempat, Green BTS, yaitu BTS yang mampu menghemat energi listrik hingga 50%. “Kini XL telah mengoperasikan sekitar 12 ribu BTS inovatif yang mampu memberikan hasil maksimal dan sejalan dengan misi hemat energi dan ramah lingkungan.

Memodernisasi teknologi BTS dan jaringan, sehingga mampu menekan konsumsi energi hingga 60%. Modernisasi jaringan yang dilakukan, seperti penggantian perangkat Radio Base Station (RBS) dan Base Station Controler (BSC) dengan perangkat yang lebih baru dari sisi penghematan penggunaan ruang, konsumsi daya dan teknologi yang mampu beradaptasi dengan evolusi penggunaan gadget untuk masa mendatang. Proses modernisasi ini melengkapi modernisasi jaringan sebelumnya yang menggunakan softswitch dan IP Transmission. “Perangkat-perangkat jaringan baru yang dipakai XL juga bersifat ramah lingkungan, konsumsi daya listrik lebih rendah, ukuran lebih kecil, dan mengadopsi konsep Single RAN, yang bisa menggabungkan beberapa tipe BTS menjadi satu BTS saja,” Dian menjelaskan dengan bersemangat.

Selain menghemat energi, langkah ramah lingkungan lain yang dilakukan XL dalam kaitan dengan pengoperasian BTS adalah merekondisi baterai yang rusak. Setelah direkondisi, baterai yang sudah rusak bisa kembali dipakai. Upaya rekondisi baterai rusak ini dilakukan karyawan XL, sehingga bisa menghemat biaya untuk pengadaan baterai baru dan mengurangi limbah baterai.

Selain Green BTS, program go green lain yang telah dilakukan XL adalah peniadaan kertas untuk tagihan pelanggan XL PascaBayar (e-Billing). Melalui sistem e-Billing ini, pelanggan pascabayar XL akan mendapatkan pemberitahuan mengenai tagihan bulanannya melalui e-mail. Sistem e-Billing ini dilakukan sejak 2009.

Tak hanya itu, XL juga telah memperkenalkan penggunaan vocer reload pulsa dalam kertas secara minimal. XL juga merekayasa daur ulang air limbah dari area perkantoran di Jakarta dengan menggunakan STP Biotech. Melalui upaya daur ulang itu, limbah air dapat digunakan kembali sebagai air layak pakai, dengan kapasitas penghematan 5.000 liter/hari. XL juga telah melakukan paperless untuk penggunaan administrasi  kantor, seperti  slip  gaji, buletin, form  dan  nota dinas,” ujar Ira. “Kedepan, XL akan semakin mengutamakan penggunakan teknologi yang ramah lingkungan untuk berbagai keperluan, terutama di network. XL juga telah memasukkan program lingkungan sebagai salah satu pilar program CSR.



PT Huawei Indonesia.
Sejak 2006 Huawei telah berhasil mendaur ulang 80% limbah buang yang terdiri dari daur ulang kertas yang hampir setara dengan pengurangan 240 ton emisi CO2. Tak hanya itu, Huawei juga berhasil menekan penggunaan listrik hampir 40% di kantor pusat dengan menggunakan teknologi lampu T5s. Melalui kebijakan teknologi ini, Huawei berhasil menekan 1,3 juta kilowatt konsumsi listrik setiap tahun. Selain itu, Huawei juga telah mengadopsi teknologi virtualisasi, yang memungkinkan sejumlah server dengan konsumsi energi tinggi bisa dialihkan ke satu server saja. Melalui teknologi virtualisasi ini sebanyak 8-15 server bisa dialihkan ke satu server. Dengan begitu, konsumsi daya menurun tajam hingga 40%. “Tentu saja, penerapan green ICT ini memberi manfaat bagi Huawei, baik dari sisi biaya produksi maupun efisiensi yang luar biasa.

PT INDOSAT
Program BTS Remote Solution yang dikembangkan Indosat sejak tahun 2010 dan telah tersebar di beberapa wilayah seperti  Bonggo – Papua, Karas – Fakfak,  Akelamo – Halmahera Utara, Sangihe Talaud, Kapuas Hulu – Kaltim, Mambi – Sulawesi Tenggara, dan area terpencil lainnya.

BTS Remote Solution merupakan BTS dengan sistem remote solution yang digunakan untuk wilayah yang sulit diakses, dikarenakan letak geografis yang terpencil dan kurangnya infrastruktur pendukung seperti listrik dan backhaul. BTS ini merupakan gabungan dari beberapa teknologi seperti 100% penggunaan tenaga matahari (solar power) yang ramah lingkungan untuk menyiasati ketiadaan jaringan listrik serta harga bahan bakar minyak yang mahal, menggunakan sistem backhaul yang efisien, bentuk fisik BTS yang jauh lebih kecil serta tidak memerlukan shelter dan AC.

 “BTS Remote Solution ini ditujukan untuk  memberikan  solusi  telekomunikasi  rural area yang sama sekali belum terjangkau infrastruktur telekomunikasi sebagai salah satu penunjang perekonomian masyarakat di daerah tersebut.

Program pelestarian lingkungan juga dilakukan Indosat dalam mendukung kegiatan operasionalnya. Selain mengembangkan BTS Remote Solution yang menggunakan energi alternatif (solar power), Indosat juga melakukan berbagai inisiatif penghematan energi yang diterapkan pada program modernisasi jaringan dengan menggunakan sistem switch CDC (Charger Discharger Controller) pada sejumlah BTS. CDC ini mengoptimalkan batere sebagai sumber daya alternatif jika terjadi pemadaman listrik PLN, memperpanjang masa hidup batere seraya menghemat BBM dengan mengurangi kebutuhan akan generator diesel. Indosat juga telah melakukan penggantian batere lead-acid tradisional pada pembangkit listrik cadangan BTS dengan batere fluidic yang ramah lingkungan guna mengurangi secara signifikan jumlah limbah berbahaya dan mengurangi potensi risiko dari bahan kima dan kontaminasi/keracunan timbal terhadap lingkungan hidup. Indosat adalah operator telekomunikasi pertama di dunia yang menggunakan batere fluidic dalam kegiatan operasional.
Sumber :